Bentuk-bentuk
pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan, pengutipan, perekaman,
pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara
apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, bertentangan dengan
undang-undang atau melanggar perjanjian. Dilarang undang-undang artinya
undang-undang hak cipta tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang
yang tidak berhak, karena tiga hal yakni :36
1. Merugikan pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya
memfotokopi sebagian atau seluruhnya ciptaan orang lain kemudian dijualbelikan
kepada masyarakat luas ;
2. Merugikan kepentingan Negara, misalnya mengumumkan
ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan
keamanan atau ;
3. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan,
misalnya memperbanyak dan menjual video compact disc (VCD) porno.
Melanggar
perjanjian artinya memenuhi kewajiban tidak sesuai dengan isi kesepakatan yang
telah disetujui oleh kedua belah pihak, misalnya dalam perjanjian penerbitan
karya cipta disetujui untuk dicetak sebanyak 2000 eksemplar, tetapi yang
dicetak/diedarkan di pasar adalah 4000 eksemplar. Pembayaran royalty kepada
pencipta didasarkan pada perjanjian penerbitan, yaitu 2000 eksemplar bukan 4000
eksemplar. Ini sangat merugikan bagi pencipta.
Pelanggaran
hak cipta menurut ketentuan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada tanggal 15
Februari 1984 dapat dibedakan dua jenis, yakni :37
1.
Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri
seolah-olah ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah
ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut palgiat atau penjiplakan yang dapat
terjadi antara lain pada karya cipta berupa buku, lagu, dan notasi lagu, dan;
2. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan
diumumkan sebagaimana yang aslinya tanpa mengubah bentuk isi, pencipta, dan
penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut dengan piracy (pembajakan) yang
banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio/video seperti kaset
lagu dan gambar (VCD), karena menyangkut dengan masalah a commercial scale.
Pembajakan
terhadap karya orang lain seperti buku dan rekaman adalah salah satu bentuk
dari tindak pidana hak cipta yang dilarang dalam Undang-Undang Hak Cipta.
Pekerjaannya liar, tersembunyi, dan tidak diketahui orang banyak apalagi oleh
petugas penegak hukum dan pajak. Pekerjaan tersembunyi ini dilakukan untuk
menghindarkan diri dari penangkapan pihak kepolisian. Para pembajak tidak akan
mungkin menunaikan kewajiban hukum untuk membayar pajak kepada negara
sebagaimana layaknya warga negara yang baik. Pembajakan merupakan salah satu
dampak negatif dari kemajuan iptek di bidang grafika dan elektronika yang
dimanfaatkan secara melawan hukum (ilegal) oleh mereka yang ingin mencari
keuntungan dengan jalan cepat dan mudah.
Pasal 72 UU
No.19 Tahun 2002 menentukan pula bentuk perbuatan pelanggaran hak cipta sebagai
delik undang-undang (wet delict) yang dibagi tiga kelompok, yakni :38
1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan,
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan
pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak
atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan
kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan,
dan ketertiban umum;
2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta.
Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan;
3. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
Dari ketentuan pasal 72 tersebut, ada dua golongan pelaku pelanggaran
hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi pidana. Pertama, pelaku utama adalah
perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau
melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku utama ini dalah penerbit,
pembajak, penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku pembantu adalah pihak-pihak
yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum setiap ciptaan yang
diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan Undang-Undang Hak
Cipta. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara pameran,
penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil
kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-undang.
Kedua golongan
pelaku pelanggaran hak cipta diatas dapat diancam dengan sanksi pidana oleh
ketentuan UU No.19 Tahun 2002. Pelanggaran dilakukan dengan sengaja untuk niat
meraih keuntungan sebesar-besarnya, baik secara pribadi, kelompok maupun badan
usaha yang sangat merugikan bagi kepentingan para pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar